Pulau Yang Dijual Megawati

Pulau Yang Dijual Megawati

Divestasi Menuai Kontroversi

Singapore Technologies Telemedia (STT), anak usaha Temasek, dinyatakan sebagai pemenang divestasi 41,94% saham Indosat, pada harga Rp12.950 per lembar saham. Total dana yang didapat pemerintah sebesar Rp5,62 triliun.

Sebelumnya, pada Mei 2002, pemerintah juga melakukan divestasi 8,1% saham Indosat dengan dana yang didapat sebesar Rp1,1 triliun. Dengan demikian pemerintah total mendapatkan Rp6,72 triliun dari penjualan 50,04%.

Pemerintah membutuhkan dana untuk menutup defisit anggaran. Di tahun itu APBN mengalami defisit Rp27 triliun atau 1,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Privatisasi BUMN diharapkan bisa memberikan sedikit sumbangan untuk meringankan defisit APBN.

Laksamana Sukardi sebagai Menteri BUMN saat itu, sebagaimana dilaporkan Liputan 6, menyatakan divestasi Indosat dilakukan dalam rangka menjalankan amanat UU. Proses penjualannya juga disebut sudah dikonsultasikan dengan DPR.

Penjualan Indosat kemudian memicu kegaduhan nasional. Ia menjadi bola liar yang membidik Megawati dan Laksamana Sukardi. Divestasi itu akhirnya menuai gugatan class action yang diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 23 April 2003. Materi gugatan ditandatangani 133 orang dengan menggarisbawahi 7 jenis pelanggaran yang terjadi dalam divestasi Indosat. Namun gugatan itu ditolak PN Jakpus dan Pengadilan Tinggi Jakarta.

Pada akhirnya STT melepas saham Indosat kepada Qatar Telecom (Qtel) pada Juni 2008. Penjualan dilakukan setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan Temasek bersalah pada November 2007.

Infografik Sejarah Indosat. tirto.id/Quita

KPPU menyatakan Temasek dan anak-anak perusahaannya yang terkait terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar larangan kepemilikan silang sesuai dengan Pasal 27 huruf a UU No. 5 Tahun 1999 (UU Anti Monopoli).

Temasek yang memiliki Indosat melalui STT tercatat juga menguasai 35% saham Telkomsel melalui Singtel. Temasek secara tidak langsung menjadi pemegang saham ganda di dua operator telekomunikasi terbesar di Indonesia.

KPPU memerintahkan Temasek dan kawan-kawan untuk menghentikan kepemilikan silang di Telkomsel dan Indosat dengan cara melepas seluruh kepemilikan saham pada salah satu perusahaan tersebut, paling lama dua tahun sejak putusan KPPU berkekuatan tetap.

Qtel sepakat untuk membayar 1,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp16,4 triliun (kurs Rp9.000 per dolar AS), untuk 40,8% saham STT di Indosat. Itu artinya, Temasek untung sekitar Rp11 triliun dari penguasaannya atas sekitar 40% saham Indosat dalam kurun waktu enam tahun.

Pada 2015 Indosat resmi berganti nama menjadi PT Indosat Ooredoo. Hal itu sejalan dengan perubahan nama Qatar Telecom menjadi Ooredoo yang dilakukan sejak 2013.

Pergantian kepemilikan dan nama tetap tak mengubah “kutukan” politik atas Indosat. Ia masih menjadi komoditas politik hingga belasan tahun setelah divestasi. Upaya untuk membeli kembali terus digaungkan, meski di saat yang sama Indosat berjuang untuk keluar dari kubangan kerugian.

DEMOCRAZY.ID - Setelah Presiden ke 4 Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lengser pada 23 Juli 2001, Megawati Soekarnoputri pun dilantik untuk menggantikannya.

Salah satu kebijakan ekonomi Megawati Soekarnoputri yang dinilai berani adalah mengakhiri program reformasi kerjasama dengan IMF pada Desember 2003.

"Lalu dilanjutkan dengan privatisasi perusahaan negara dan investasi bank guna menutup defisit anggaran negara," bunyi narator video di kanal Youtube Pojok History, dikutip pada Selasa 9 Januari 2024.

Setelah mengakhiri kerjasama dengan IMF, Megawati menerbitkan instruksi presiden nomor 5 tahun 2003, tentang paket kebijakan ekonomi sesudah berakhirnya progrm IMF dan menjaga stabilitas ekonomi makro.

Ada beberapa poin penting dalam kebijakan tersebut. Di sektor fiskal misalnya, ditandai dengan reformasi kebijakan perpajakan, efisiensi belanja negara dan privatisasi BUMN.

"Di sektor keuangan dilakukan perancangan jaring pengamanan sektor keuangan. Investasi bank-bank di BPPN, memperkuat struktur governance bank negara, dan restrukturisasi sektor pasar modal, asuransi dan dana pensiun. Lalu di sektor investasi dilakukan peninjauan daftar negatif investasi. Menyederhanakan perizinan, restrukturisasi sektor telekomunikasi dan energi, serta pemberantasan korupsi," ujarnya.

Dampaknya dinilai cukup baik, kurs rupiah yang semula Rp9.800 pada tahun 2001, menjadi Rp9.100 di tahun 2004. Tingkat inflasi juga menurun dari 13,1 persen menjadi 6,5 persen.

Sedangkan pertumbuhan ekonomi naik 2 persen, begitupun poin IHSG dari 459 di tahun 2001, menjadi 852 pada tahun 2004.

Meskipun begitu, era kepemimpinan sejak tahun 2001 menuai banyak polemik. Salah satunya terkait daftar aset negara yang dijual saat era kepemimpinan perempuan pertama yang menjadi Presiden Indonesia tersebut.

"Kontroversi Megawati ternyata sudah dimulai sejak dia menjabat sebagai Presiden Indonesia. Ada dua dosa masa lalu yang melemahkan posisi Megawati sebagai presiden maupun kader politik," ujarnya.

Adapun 2 dosa tersebut adalah daftar aset negara yang dijual saat era Megawati, yakni Indosat dan hak eksplorasi ladang gas.

Di masa kepimpinannya, Megawati memperoleh kritik karena telah melakukan penjualan terhadap Indosat yang saat itu berstatus sebagai BUMN.

"Diisventasi saham dimenangkan oleh perusahaan asal Singapura, Singapura teknologi telemedia PT LTD, yang sahamnya dikuasai oleh pemerintah Singapura lewat Temasek," bunyi narator video tersebut.

Padahal saat itu Indosat tergolong BUMN yang menguntungkan. Saat dijual pada tahun 2002, ST Telemedia merogoh kocek Rp5,6 triliun untuk membeli 41,94 persen saham.

5 tahun kemudian, justru ST Telemedia yang memperoleh keuntungan berlipat setelah menjual seluruh saham Indosat yang dibeli dari Indonesia kepada Qatar Telecom QSC.

Sontak, kabar ini pun membuat publik naik pitam. Saat itu, Qatar Telecom QSC, merogoh kocek sebesar Rp16,7 triliun untuk membeli saham Indosat dari ST Telemedia.

"Setelah akuisisi saham ini, Indosat berubah nama menjadi PT Indosat Ooredo," ujarnya.

Megawati juga pernah tercatat pernah menjual hak eksplorasi ladang gas dengan harga yang murah.

Para ekonom menilai, bahwa keputusan Megawati itu membuat negara merugi. Meski dikecam banyak pihak, kubu Megawati menyebut jika keputusan itu sudah benar.

Pasalnya, dulu harga gas belum setinggi hari ini. Kondisinya justru berkebalikan dengan mengingat saat itu harga gas dan minyak mobil di dunia sedang turun. Salah satu gas yang dijual murah Megawati adalah gas dari lapangan tangguh Papua ke China.

Beberapa waktu lalu Megawati mengklarifikasi bahwa saat itu kondisi ekonomi Indonesia sedang mengalami krisis.

Sementara pasokan minyak internasional masih melimpah, sehingga tidak ada satupun negara yang berniat membeli gas dari Indonesia.

"Itulan alasan Megawati menjual ladang gas itu ke China," pungkasnya.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Megawati Soekarnoputri menerima gelar doktor honoris causa di bidang politik dan pemerintahan di Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat. Dalam kesempatan itu, Megawati pun menyampaikan pertanggungjawabannya saat menjabat sebagai presiden pada 2001-2004 silam.

"Pada kesempatan ini izinkan saya menyampaikan beberapa hal sebagai pertanggungjawaban sejarah atas berbagai persoalan penting ketika saya menjadi presiden," kata Megawati dalam pidatonya di Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/5).

Persoalan pertama yakni terkait sengketa Sipadan dan Ligitan. Menurut dia, bersadarkan Undang-Undang Nomor 4/Perppu/1960 tentang Negara Kepulauan, Sipadan dan Ligitan bukan merupakan wilayah Indonesia.

Namun, kedua pulau itu juga bukan wilayah Malaysia sehingga diperebutkan oleh Indonesia dan Malaysia. Sengketa kedua pulau itu terjadi sejak 1967. Kemudian, pada 1996, pemerintahan Presiden Soeharto sepakat membawa sengketa dua pulau tersebut ke Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda.

Megawati menyampaikan, hasil keputusan Mahkamah Internasional itu ditetapkan pada 2002 saat ia menjabat sebagai presiden.

Permasalahan kedua, yakni Pulau Nipah yang merupakan kedaulatan Indonesia. Megawati mengatakan, ia telah berusaha mempertahankan dan menunjukkan kepada Singapura bahwa Pulau Nipah merupakan bagian dari Indonesia.

Dan ketiga, permasalahan proyek LNG antara Indonesia dengan Cina. Ia menjelaskan, kondisi ekonomi Indonesia saat itu tengah mengalami krisis. Pasokan minyak internasional pun masih melimpah sehingga tak ada satu pun negara yang berniat membeli gas Indonesia.

Untuk mengekspor gas bumi haruslah dalam bentuk liquified natural gas (LNG). Megawati mengatakan, saat itu Indonesia harus bersaing dengan Rusia dan Australia yang bertetangga dengan Cina dan berencana membangun pipa gas ke negara tersebut.

"Saya akhirnya memutuskan melakukan lobi diplomatik "Lenso Bengawan Solo" secara langsung dengan Presiden Cina Jiang Zemin," kata Megawati. Akhirnya, Cina pun membatalkan kerja sama dengan Rusia dan Australia dan melakukan kerja sama dengan Indonesia.

- Putri Soekarno, Diah Mutiara Sukmawati, menegaskan perekonomian terdampak krisis menjadi latar belakang dijualnya Indosat ke Singapura. Adik Megawati Soekarnoputri itu mengamini penjelasan capres Joko Widodo dalam debat putaran ketiga.

"Ya jelas kan memang dijual karena ada krisis yang luar biasa," kata Sukmawati kepada wartawan usai debat capres di Hotel Holiday Inn Jakarta, Minggu (22/4/2014).

Sukmawati menilai Jokowi menguasai topik "Politik Internasional dan Ketahanan Nasional" dalam debat capres hari ini. "Ya bagus, memuaskan sekali," ujarnya.

Prabowo Subianto menyinggung keputusan mantan presiden Megawati terkait penjualan saham Indosat. Dia lalu menanyakan apa langkah Jokowi terkait hal tersebut. Jawaban tegas Jokowi: siap beli lagi.

Dengan tegas, capres nomor 2 ini mengatakan siap membeli kembali perusahaan telekomunikasi tersebut. Namun sebelumnya Jokowi sempat menyinggung situasi ekonomi kala itu yang membuat Mega terpaksa menjual Indosat.

"Saat itu tahun 1998 krisis berat, pada saat ibu Megawati jadi presiden saat itu, kondisi ekonomi belum baik. Bicara pada saat krisis, imbas krisis, keuangan APBN masih berat waktu Indosat dijual," kata Jokowi dalam debat.

"Ke depan kucinya hanya satu: kita buyback! Kita ambil kembali saham itu dan menjadi milik kita lagi. Tentunya bila ekonomi kita di atas 7 persen" sambung Jokowi.

Babak baru yang paling diingat oleh banyak masyarakat Indonesia adalah keputusan divestasi saham Indosat yang dilaksanakan pemerintah dan dimenangkan oleh perusahaan negara tetangga, Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (ST Telemedia). STT sendiri sahamnya dikuasai Temasek milik pemerintah Singapura.

Presiden Megawati menuai kritik pedas atas keputusan menjual saham BUMN telekomunikasi tersebut. Para kritik menganggap Indosat adalah aset strategis, selain itu Indosat juga dianggap sebagai BUMN yang menguntungkan.

Pada 15 Desember 2002, STT mengeluarkan dana US$ 630 juta atau Rp 5,62 triliun (kurs Rp 8.900/US$) untuk pembelian 41,94% saham yang setara 434.250.000 saham seharga Rp 12.950 per saham.

Kekesalan publik mencapai langit-langit setelah lima tahun kemudian STT mendapat untung berlipat dengan menjual seluruh saham PT Indosat Tbk kepada Qatar Telecom QSC (Qtel).

Qatar merogoh dana SG$ 2,4 miliar (US$ 1,8 miliar) atau setara dengan Rp 16,740 triliun menggunakan kurs 9.300/US$ untuk membeli saham Indosat dari tangan STT.

Beberapa bulan jelang penuntasan pembelian Qatar, saham Indosat sebenarnya mengalami tren pelemahan, tercatat selama enam bulan saham ISAT menyusut 40% dari semula Rp 9.350 per saham pada 7 Desember 2007 menjadi Rp 5.650 pada 6 Juni 2021.

Meskipun demikian Qtel tetap membeli Indosat dari Singapura menggunakan harga premium yang mencapai Rp 7.388 per saham.

Qtel yang kala itu memiliki 44 juta konsumen di 16 negara, menyatakan akan membayar tunai pembelian tersebut. Qtel sendiri adalah perusahaan telekomunikasi terbesar di Timur Tengah yang jaringannya tersebar di Asia Pasifik, Amerika dan Eropa.

Setelah dibeli Qatar nama perusahaan berubah menjadi PT Indosat Oorede Tbk.

Kini dalam babak paling baru, Indosat mengumumkan merger dengan perusahaan telekomunikasi asal Hong Kong, CK Hutchison Holdings Limited.Merger ini menyebabkan CK Hutchison menerima saham baru di Indosat Ooredoo hingga 21,8% dari Indosat Ooredoo Hutchison.

Saksikan video di bawah ini:

Video: Indosat Bakal Stock Split, Begini Prospek dan Kinerjanya

Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri kembali bercerita soal menimbun Pulau Nipah agar batas negara Singapura tak maju. Megawati bercerita penimbunan Pulau Nipah malah membuat dirinya dirundung atau di-bully.

"Seperti pertanyaan saya tadi, seharusnya Pak Panglima itu, menurut saya, boleh ya saya usul, seharusnya, itu dengan 3 matra itu melihat Tanah Air kita itu gimana. Kok, yang namanya, apa ya, seperti saya dulu sampai menimbun Pulau Nipah karena saya sangat khawatir kalau saja Nipah ini tenggelam, batas Singapura itu maju," kata Megawati saat menjadi pembicara di acara peringatan Hari Hidrografi Dunia ke-102 oleh Pushidrosal, Balai Samudera, Jakarta Utara, Rabu (21/6/2023).

Megawati mengatakan kebijakan itu sempat membuatnya di-bully publik. Ketum PDI Perjuangan (PDIP) itu mengaku tak masalah dengan bully-an yang ditujukan kepadanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi, nah begitu saja, saya nih sudah terbiasa di-bully, di-hoax. Karena, ya, orang itu untuk negara kok saya dibilangnya begini, 'Presiden ke-5 itu nggak tahu padahal kan waktu itu masih krisis'. Ini supaya kalian tahu ngapain pulau aja ditimbun-timbun masa saya tiap hari harus menerangkan," kata dia.

Meski begitu, Megawati menekankan dirinya enggan di-bully di masa menjelang pemilu. Menurutnya, hal itu sudah tidak bisa ditoleransi olehnya.

"Jadi, saya sering bilang sama media, kalau kamu mau nulis saya, hoax saya, boleh, tapi kalau nanti mau pemilu nggak boleh, saya bilang. Karena sudah kelewatan. Karena demokrasi kita ini demokrasi Indonesia, bukan demokrasi liberal. Nggak ada yang suka berani ngomong seperti saya," katanya.

Suara.com - Era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri sejak 2001 menuai banyak polemik. Salah satunya terkait daftar aset negara yang dijual saat era Megawati. Belakangan, presiden kelima Indonesia ini pun banyak mendapatkan kritik dari netizen setelah dalam Rakernas PDIP dirinya mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.

Kata-kata yang sempat viral adalah dirinya tak mau mendapatkan menantu seperti tukang bakso, serta kopi susu yang merujuk pada rasisme orang-orang berkulit hitam. Megawati juga mengecam akan memecat kader PDIP yang melakukan manuver dalam proses pemilu 2024.

Kontroversi Megawati ternyata sudah dimulai sejak dia menjabat sebagai presiden Indonesia. Ada dua dosa masa lalu yang melemahkan posisi Megawati sebagai presiden maupun kader politik. Dua dosa itu adalah daftar aset negara yang dijual saat era Megawati yakni Indosat dan hak eksplorasi ladang gas.

Baca Juga: Arie Kriting dan Gus Nadir Debat Sengit soal Isu Rasisme yang Diucapkan Megawati

Di masa kepemimpinannya, Megawati memperoleh kritik karena telah melakukan penjualan terhadap Indosat yang saat itu berstatus sebagai BUMN.

Divestasi saham diminangkan oleh perusahaan asal Singapura, Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (ST Telemedia) yang sahamnya dikuasai pemerintah Singapura lewat Temasek. Padahal saat itu Indosat tergolong BUMN yang menguntungkan.

Saat dijual pada 2002, ST Telemedia merogoh kocek Rp5,6 triliun untuk membeli 41,94% saham. Lima tahun kemudian, justru ST Telemedia yang memperoleh keuntungan berlipat setelah menjual seluruh saham Indosat yang dibeli dari Indonesia kepada Qatar Telecom QSC.

Kabar ini pun membuat publik naik pitam. Saat itu Qatar Telecom QSC merogoh Rp16,7 triliun untuk membeli saham Indosat dari ST Telemedia. Setelah akuisisi saham ini, Indosat berubah nama menjadi PT Indosat Ooredo.

Hak Eksplorasi Ladang Gas

Baca Juga: Guyonan Megawati Soal Papua dan Tukang Bakso Dicap Rasis, Pengelola Akun Twitter Gus Nadir Ngaku Heran

Megawati juga tercatat pernah menjual hak eksplorasi ladang gas dengan harga yang murah. Para ekonom menilai keputusan Megawati itu membuat negara merugi.

Meski dikecam banyak pihak, kubu Megawati menyebut keputusan ini sudah benar. Pasalnya, dulu harga gas belum setinggi hari ini. Kondisinya justru berkebalikan mengingat saat itu harga gas dan minyak bumi dunia sedang turun. Salah satu gas yang dijual murah oleh Megawati adalah gas dari lapangan Tangguh Papua ke Cina.

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

tirto.id - Kinerja PT Indosat Tbk. sedang dalam sorotan dalam beberapa bulan terakhir. Baru-baru ini Indosat mengumumkan PHK terhadap 677 karyawannya sebagai bagian dari efisiensi. Langkah itu harus diambil karena hingga kuartal III-2019 perseroan masih mengalami kerugian bersih hingga Rp284 miliar. Sepanjang 2018 Indosat juga merugi hingga Rp2,4 triliun.

Pada 2017 Indosat masih mampu mencetak laba Rp1,1 triliun, naik tipis 2,8% dibandingkan tahun 2016. Sementara pada 2015 Indosat mencatat rugi hingga Rp1,3 triliun.

Harga saham Indosat, yang mencerminkan kinerjanya, juga terus turun dalam tiga tahun belakangan. Dalam lima tahun terakhir, saham tertinggi Indosat dicapai pada 1 April 2017 di kisaran Rp7.175. Sejak saat itu harga saham Indosat terus berada dalam tren penurunan dan sempat mencapai titik terendah di Rp1.685 pada 1 Desember 2018. Setelah itu secara perlahan saham Indosat membaik dan pada 18 Februari 2020 ditutup di level Rp2.170.

Saat ini kepemilikan saham PT Indosat Tbk. dikuasai Ooredoo Asia Pte.Ltd sebesar 65%, disusul pemerintah Republik Indonesia (14,29%) dan publik (20,71%).

Pemerintah Indonesia memang tak lagi memiliki saham mayoritas di Indosat. Meski demikian Indosat masih sering dijadikan komoditas politik atas nama nasionalisme. Isu soal pembelian kembali saham Indosat selalu muncul saat kampanye pemilihan presiden, termasuk pada Pilpres 2019.

Di masa kampanye pilpres, dalam wawancaranya dengan wartawan, cawapres Sandiaga Uno menyentil soal rencananya untuk merebut kembali Indosat yang telah dijual pemerintah di masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri.

“Di bawah Prabowo Sandi, akan kami usahakan [membeli lagi Indosat],” jelas Sandi saat itu, seperti dilansir Tempo. Kata Sandiaga, ia akan menunaikan janji kampanye Presiden Jokowi sebelumnya.

Pada masa kampanye Pilpres 2014 Joko Widodo memang pernah menyampaikan janjinya untuk membeli kembali Indosat.

“Ke depan, kita buyback Indonesia (Indosat) sehingga menjadi miliki kita lagi. Maka itu, ekonomi kita harus tumbuh 7%,” kata Jokowi dalam debat capres, menjawab pertanyaan Prabowo soal kebijakan Megawati menjual Indosat, tahun 2014 silam, seperti dikutip Tempo.

Kelahiran dan perjalanan Indosat memang tak lepas dari peran pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditulis Bondan Winarno dalam J.B. Sumarlin, Cabe Rawit yang Lahir di Sawah (2013), Indosat lahir setelah Presiden Soeharto menyetujui gagasan Dirjen Pos dan Telekomunikasi saat itu, Soehardjono, untuk menggunakan teknologi satelit. Namun Indonesia mengalami keterbatasan sumber daya. Pemerintah akhirnya memberikan kesempatan kepada swasta untuk membangunnya.

Lalu ditunjuklah perusahaan telekomunikasi AS bernama International Telephone & Telegraph Corporation (ITT), melalui American Cable & Radio Corporation (ACR), untuk mengeksekusi gagasan pemerintah tersebut. Dari situ lahirlah Indosat pada 1967. Indosat menjadi salah satu perusahaan PMA pertama sejak diberlakukannya UU Penanaman Modal Asing di Indonesia. ACR mengawali Indosat dengan modal 6 juta dolar AS.

Indosat kemudian tumbuh pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Masalah mulai muncul pada 1976. Kala itu Soeharto meminta Indosat berpartisipasi dalam proyek pembangunan kabel laut antara Medan dan Penang untuk melengkapi jaringan telekomunikasi internasional. Proyek tersebut merupakan hasil pembicaraan antara Soeharto dengan Perdana Menteri Malaysia Husein Onn.

Indosat menolak. Alasannya, proyek tersebut merupakan capital expenditure yang belum diperlukan.

Soeharto kecewa dengan penolakan Indosat. Dalam sidang kabinet, masalah ini dibahas. Beberapa usulan sempat muncul mulai dari memberikan tindakan keras hingga melakukan nasionalisasi. Namun Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara saat itu, J.B. Sumarlin, mengusulkan agar pemerintah membeli sepenuhnya saham Indosat. Apalagi kondisi keuangan Indonesia saat itu sedang bagus karena menerima windfall profit dari booming minyak kedua pada 1980.

Alasan Sumarlin menolak nasionalisasi adalah karena pemerintah sedang giat mengundang investasi asing untuk pembangunan. Menurutnya, setiap upaya pengambilalihan paksa bisa berdampak buruk pada usaha pemerintah menggaet investasi asing.

Soeharto menyetujui usulan Sumarlin, yang kemudian ditunjuk menjadi Ketua Tim Akuisisi Indosat. Setelah melakukan serangkaian perundingan, ACR akhirnya sepakat menjual Indosat kepada pemerintah Indonesia dengan harga 43,6 juta dolar AS. Harga itu sudah termasuk unrealized profit.

Sejak saat itu pemerintah Indonesia memegang penuh kontrol atas Indosat. Hingga pada Desember 2002, di bawah kepresidenan Megawati Soekarnoputri, pemerintah memutuskan untuk melepas sebagian saham Indosat.